Exchange rates in the short run: a supply and demand analysis #LectureNotes

Keseimbangan pasar didapat saat permintaan agregat sama dengan penawaran agregat. Dari sisi permintaan selain dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar, pergerakan output juga terkait erat dengan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Nilai tukar suatu mata uang melemah atau menguat terhadap mata uang negara lain. Karena seperti komoditas lain pada umumnya, penguatan (apresiasi) atau pelemahan (depresiasi) nilai tukar suatu mata uang dapat terjadi karena adanya faktor permintaan dan penawaran. Semakin banyak permintaan terhadap mata uang maka mata uang akan terapresiasi, dan sebaliknya. Contoh kegiatan perekonomian yang melibatkan valuta asing adalah ekspor dan impor.

Nilai tukar suatu negara akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekspor. Nilai tukar yang semakin menguat akan berakibat pada jumlah ekspor suatu negara mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena barang- barang di dalam negeri lebih mahal daripada barang luar negeri. Begitupun sebaliknya. Dalam penelitian Ari Mulianta (Goeltom, 1998) rupiah mendapatkan tekanan-tekanan depresiatif yang sangat besar diawali dengan krisis nilai tukar di Thailand dan menyebar ke negara ASEAN lainya. Nilai tukar rupiah secara simultan mendapatkan tekanan yang cukup berat karena besarnya kapital outflow akibat hilangnya kepercayaan investor asing terhadap prospek perekonomian Indonesia. Tekanan terhadap nilai tukar tersebut diperberat lagi dengan semakin maraknya kegiatan spekulatif buble, sehingga sejak krisis berlangsung nilai tukar sempat mengalami depresiasi hingga mencapai 75%. Jumlah uang beredar juga berepengaruh terhadap perkembangan ekspor suatu negara. Dimana apabila jumlah uang beredar semakin meningkat maka jumlah ekpor juga semakin tinggi. Berdasarkan pemaparan di atas hubungan antara ekspor, nilai tukar dan jumlah uang beredar sangat erat kaitannya dalam mempengaruhi kondisi perekonomian suatu negara.

Fenomena J-Curve merupakan kondisi di mana suatu depresiasi nilai tukar akan memperburuk neraca perdagangan dalam jangka pendek, namun seiring dengan berjalannya waktu, depresiasi tersebut membawa neraca perdagangan ke keadaan lebih baik pada jangka panjang. Depresiasi mengakibatkan harga barang impor relatif lebih mahal dan harga barang ekspor relatif lebih murah, dengan asumsi bahwa perubahan volume ekspor dan impor berubah secara lamban, maka hal ini akan menyebabkan defisit perdagangan yang semakin besar atau surplus perdagangan yang menurun. Setelah beberapa waktu, volume ekspor akan mulai meningkat seiring dengan harga produk ekspor yang relatif lebih murah dan diikuti dengan penurunan volume impor akibat dari harga produk impor yang relatif lebih mahal. Sehingga hal ini akan mengakibatkan surplus neraca perdagangan semakin meningkat di mana adanya kemungkinan surplus perdagangan yang melebihi kondisi surplus sebelum terjadinya depresiasi nilai tukar.

Citra Amanda