Menulis Artikel Ilmiah Bagian 2

Pada tulisan pertama, saya telah menjelaskan gambaran proses perjalanan suatu artikel dari penulis hingga akhirnya diterima (dan published) disuatu jurnal ilmiah. Tentu saja menjadikan suatu artikel “layak published” sangat kritikal. Kali ini saya akan membagikan suatu tips yang dapat digunakan untuk meningkatkan probabilitas diterimanya sutu artikel.

Mulailah penulisan dari hasil analisa. Mungkin tips ini terkesan aneh; kita terbiasa untuk membuat karya ilmiah dari proposal (pendahuluan, tinjauan pustaka dan metodologi). Isu utama dengan pendekatan konvensional ini adalah kita tidak tahu hasil yang akan diperoleh. Apakah hipotesis (jawaban atas pertanyaan riset) akan didukung oleh data (hasilnya signifikan) atau tidak. Terlepas dari kontroversi yang ada; arus besar kriteria publish tidaknya suatu artikel ilmiah adalah apakah klaim(hipotesis) yang telah dibuat didukung oleh data (signifikan secara statistik); Amrhein et al (2019). Tidak banyak jurnal yang mau menerima artikel dengan hasil tidak signifikan; bahkan sekalipun prosedur yang dilakukan sudah benar dan robust.

Dengan membuat artikel ilmiah dimulai dari eksperimen terhadap data; dan kemudian memulai penulisan jika telah memperoleh hasil yang signifikan (dan robust) maka kita dapat menghemat waktu dan tenaga. Banyak sekali suatu aspek yang dapat dieksplore dari suatu tema riset. Sebagai contoh misalnya kita tertarik dengan tema Dividend Policy. Literatur yang ada telah “menguliti” tema ini dari berbagai sudut pandang mulai dari yang straight forward logic: dampak arus kas operasi ke Dividend Policy hingga variabel yang fancy misalnya maskulinitas (atau lawannya feminitas) dari board. Kita mungkin sekali belum terupdate kondisi terkini.

Berangkat dari suatu tema kita bisa mengumpulkan beberapa alternatif variabel penjelas yang moga-moga nanti akan ada yang signifikan. Kita akan memulai dari suatu model yang kelebihan variabel penjelas. Variabel-variabel penjelas yang memiliki signifikansi dan robustness yang baik akan dipakai sebagai focus studi (disebut sebagai variables of interest). Sedangkan yang kurang atau tidak signifikan bisa dikeluarkan atau diretain sebagai control variable (tergantung derajat pentingnya  variabel tersebut dalam literatur).

Tantangan utama dari pendekatan ini; saya menyebutnya sebagai reverse method, adalah mencari justifikasinya (dalam bentuk teori-literatur dan hipotesis). Karena tadi kita menggunakan kriteria statistik (signifikansi dan robustness) untuk memperoleh model jualan utama studi; dapat terjadi kelompok variabel yang diperoleh belum banyak dibahas pada literatur yang ada. Hal ini sebenarnya dapat dilihat secara positif; sebagai suatu novelty. Tapi dalam pengalaman temuan tersebut akan dichallange oleh reviewer.

Saya berpikir ini sebagai suatu trade off yang bisa diterima. Daripada menggunakan metoda konvensional dan (mungkin) berakhir dengan temuan yang tidak significance. Saya memilih untuk menghadapi challenge para reviewer. Scara logika memang akan lebih mudah untuk “menjual” sesuatu yang signifikan meskipun komunitas ilmiah mungkin belum nyaman dengan ide tersebut dari pada “menjual” sesuatu yang tidak signifikan.

Moch. Doddy Ariefianto