Deflasi Indonesia 2024

 

Indonesia telah mengalami deflasi selama empat bulan berturut-turut pada tahun 2024, yang menimbulkan kekhawatiran serius terhadap kondisi ekonomi negara. Fenomena ini mengingatkan pada episode deflasi sebelumnya yang terjadi selama krisis 1998, krisis global 2008, dan pandemi COVID-19. Namun, situasi kali ini memiliki karakteristik yang berbeda.

Penyebab utama deflasi saat ini adalah penurunan harga pangan, terutama produk pertanian dan peternakan. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, penurunan harga ini merupakan hasil dari upaya pemerintah untuk menekan harga pangan, yang sebagian besar dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti dampak El NiƱo. Meski demikian, beberapa ekonom menilai bahwa kelemahan permintaan domestik dan kebijakan pemerintah yang kurang tepat turut memperburuk situasi ini.

Deflasi bukan sekadar penurunan harga; ia juga bisa menjadi indikator melemahnya daya beli masyarakat dan menurunnya kepercayaan konsumen. Hal ini terlihat dari anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 1,01% pada 3 September 2024, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap potensi dampak jangka panjang deflasi. Penurunan harga yang berkepanjangan bisa menyebabkan produsen mengurangi produksi, memotong upah, dan bahkan melakukan PHK massal, yang pada gilirannya bisa meningkatkan pengangguran dan memperburuk kondisi ekonomi.

Jika situasi ini dibiarkan tanpa intervensi yang tepat, deflasi dapat memicu deflation trap, di mana penurunan harga terus berlanjut, memperdalam resesi, dan menciptakan lingkaran setan yang sulit dihentikan. Dalam jangka panjang, deflasi bisa menurunkan laba perusahaan, mengurangi investasi, dan akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi. Pemerintah perlu bertindak cepat untuk mencegah dampak negatif lebih lanjut. Kebijakan yang tepat, baik dalam bentuk stimulus fiskal maupun moneter, diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi daya beli masyarakat.

Rita Juliana